hwhah

Inilah Alasan Mengapa Kita Tidak Perlu Mempercayai Motivator


πŸ₯°πŸ˜πŸ˜πŸ˜πŸ˜

[Benarkah Motivator Hanya Omong Kosong?]

Bukan tidak boleh percaya, tapi jangan terlalu bergantung dan asal iya-iya saja pada bacotannya motivator.

K😍arena kalau dipikir-pikir, sebenarnya bacotan motivator itu tidak sepenuhnya buruk dan salah.

Kerja keras, kerja cerdas, keep the positive attitude, jangan mudah menyerah, terus melangkah apapun yang terjadi.

Itu semua nasihat yang bagus kan? Tidak salah dan juga tidak buruk.


Menurut saya, pada akhirnya motivator itu manusia. Nah orang ini pada akhirnya pasti punya motif ada kemauan bukan? Kebanyakan nya pasti di akhir sesi menawarkan buku atau kursus private yang berbayar. Jadi ya sebenarnya itu hanya sales pitch yang kepanjangan dan bertele-tele. 

Kebanyakan yang mereka bicarakan itu hal-hal yang lumayan obvious. Selain itu, sebenarnya kalo anda belajar philosophy atau sejenisnya. Materi yang mereka bahas itu hanya intepretasi dari kerjaan yang sudah ada, mungkin ditambah pengalaman pribadi sedikit dan tambahan karisma. Tidak ada hal yang baru.

BelπŸ₯°um lagi jika motivatornya ternyata KW, bilangnya dia PHD dari Amerika ternyata gelarnya beli online dari University of Kennedy Western (palsu). Atau kayak weight loss motivator ternyata banyak yang bukan nutritionist atau dokter ahli tapi mengambil kursus nutrisi atau kelas dokter alternatif medicine. Sudah banyak sekali yang saat diusut ternyata palsu.

Motivasi itu hanya solusi jangka pendek, tidak akan bertahan cukup lama untuk mengubah hidup anda. Ibaratnya cuman dorongan kecil aja. Perubahan hidup yang sebenarnya itu dilakukan dengan perubahan systemic dan logistikal.


Motivasi itu seperti kopi. Kalau motivasi itu seperti kopi, maka motivator adalah si baristanya.

Ada yang suka kopi, ada yang tidak.

Ada yang minum kopi dengan takaran dan waktu tertentu, ada yang minum kopi tidak kenal takaran dan waktu — entah itu pagi, siang, atau malam.

Ada yang suka kopi, meskipun ternyata itu membawa efek buruk untuk lambungnya.

Ada yang suka kopi, tapi tergantung siapa baristanya.

Yang perlu kamu sadari adalah kopi itu bukan untuk semua orang.

Ganti saja kata kopi dengan motivasi, dan kamu akan mengerti mengapa ada beberapa orang yang eneg dan malas banget dengar bacotan dari motivator.


Baca juga : Rencana Bisnis : Kiat-Kiat Sukses Dalam Berbisnis. 



Intinya ya menurut saya motivator itu rada overpriced dan industri nya sangat cowboy. Saya pe❤rnah sempat tetanggaan dengan motivator, dia pas di panggung ngaku sukses padahal di kos cuman sejuta lebih dibagi berdua. Udah gitu jualan suplemen bilangnya ningkatin IQ segala macem padahal cuman repackaging aja. Tapi kalo berfungsi buat anda ya monggo cuman ya hati-hati saja.

Ditambah lagi ada dua hal ini yang membuat saya 'skeptis' terhadap perkataan motivator.

[1] Pelajaran dari Solomon Paradox.


Menurut saya, para motivator itu terjebak Solomon Paradox:

Keadaan ketika seseorang terlihat lebih bijaksana dalam menyikapi/menasihati masalah orang lain ketimbang masalahnya sendiri.

Mengapa bisa? Simpelnya, motivator itu belum tentu mengalami langsung apa yang sedang dialami oleh orang lain. Sehingga, banyak hal yang diucapkan oleh mereka itu terkesan asal njeplak saja.

Setelah ini, mungkin kita bisa lebih kritis terhadap ucapan motivator, lihat latar belakangnya, pengalamannya. . . We need to analyze what they're saying before getting into our head.

[2] Narrative Fallacy.


Kecenderungan untuk merangkai cerita yang tak saling berhubungan menjadi satu rangkaian cerita yang tampak masuk akal.

Penyebab narrative fallacy ini salah satunya karena manusia tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk mengingat kejadian secara rinci, akhirnya terciptalah sebuah cerita yang sangat 'sexy' untuk didengar.

Nah, cerita sukses motivator itu bisa saja hasil dari narrative fallacy, mereka memoles cerita tanpa memasukkan detail lain seperti kegagalan, kebetulan, keberuntungan, dan momentum yang tepat.

Inilah yang saya takutkan dari seorang motivator, seringnya mereka menjadikan cerita polesan itu sebagai standar bagi semua orang untuk ditiru. Padahal kenyataannya, tidak ada pola yang pasti.

Jadi, apa kesimpulannya?

Dengan demikian apabila kita renungkan sejenak, dua hal di atas sebenarnya tidak hanya berlaku untuk motivator saja, namun kita semua, Manusia. Seringnya kita hanya bicara, bicara, dan bicara tanpa mempraktikkannya ke setiap tindakan.

Saya akan menutup tulisan ini dengan salah satu kutipan favorit saya sepanjang masa:

"Don't listen to what they say, go see"

Skeptislah terhadap setiap ucapan motivator, dari situ muncul pelajaran yang sebenarnya.



Komentar